Beberapa kiat selama beliau menangani bidang kemahasiswaan di Unhas, dibagikan dengan bahasa yang santai dan sederhana. Jelas tersirat pesan untuk adik-adik yang nota bene masih dalam masa usia yang muda dengan tensi semangat yang menggebu-gebu, untuk bisa tetap menyadari keberadaannya sebagai bagian masyarakat akademis. Masyarakat akademis yang tentu saja bisa mengendalikan diri sehingga dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam kanal budaya akademis.
Salah satu hal yang beliau jabarkan dengan cukup panjang lebar adalah kita 5 langkah yang beliau terapkan di dalam menyelesaikan setiap gejolak dinamika kemahasiswaan yang timbul selama ini. Tidak terkecuali yang sempat heboh belakangan ini adalah larangan berambut gondrong di Fakultas Kehutanan.
Kiat langkah pertama beliau adalah 'Komunikasi'. Sebahagian terbesar masalah timbul karena salah paham. Dan kesediaan untuk berkomunikasi sudah merupakan kesedian dan niat baik di dalam menyelesaikan konflik dan masalah.
Kanalisasi itulah yang merupakan langkah ketiga dari jurus beliau.
Setelah kanalisasi maka akan ada kesepakatan-kesepakatan. Maka atas kesepakatan-kesepakatan itu, diperlukan 'komitmen' atau dalam bahasa sederhana beliau, 'keinginan baik' di dalam mengimplementasikan setiap kesepakatan yang telah ada.
Nantilah bila empat langkah tersebut tidak mampu mengendalikan gejolak yang ada, maka di langkah terakhir beliau akan menerapkan sikap tegas, untuk menggunakan semua aturan dan instrumen yang ada untuk gejolak yang timbul. Di atas semuanya itu, beliau selau berharap untuk tidak pernah melakukan langkah terakhir itu.
Menurut beliau, lima langkah yang beliau terapkan itu, juga telah menjadi standar operasional untuk seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Ini ide murni lahir dari Unhas, kemudian diakui oleh Dikti untuk kemudian diimplementasikan ke semua perguruan tinggi. Beliau sudah berkeliling ke beberapa perguruan tinggi dan institur, tentu saja atas instruksi dari Dikti untuk mensosialisasikan konsep tersebut. Jangan sampai petaka yang menimpa saudara kita di Sam Ratulangi, terulang lagi. Step pertama dan step keempat menjadi kunci yang vital.
Selesai dengan lima jurus pamungkas beliar, di dalam ngobrol santai beliau juga menajak kita untuk jangan bermukim terlalu lama di zona nyaman. Harus berani mengambil resiko, keluar dari zona nyaman, untuk mencapai keseimbangan yang baru. Setiap kali kita mampu melewati satu rentang ketidak-nyamanan, maka setiap kali itu pula kita 'naik kelas' ke grade yang lebih tinggi.
Beberapa pengalaman lain semasa beliau menjadi mahasiswa, adalah bagaimana kuliah menghadapi dosen-dosen dengan perilaku yang kelihatan aneh. Mulai dari kuliah dengan mahasiswa yang sudah 15-20 tahun (waktu itu belum ada batasan waktu studi) hingga dosen yang seenaknya sendiri meluluskan ataupun tidak meluluskan mahasiswa. Tentu saja masing-masing dengan logikanya sendiri-sendiri.
"Pastinya kalau kejadian-kejadian dulu itu terjadi sekarang ini, pasti mahasiswa sudah ramai berdemo.. hehehe..." begitu beliau terkekeh.
Ketika saya menelisik, rencana beliau ke depan setelah menyelesaikan tugas sebagai wakil rektor, dengan mantap beliau mengatakan hanya mau menjadi orang baik saja..
Setelah delapan kali di masa jabatan beliau, bolak balik ke D4 melantik pengurus yang silih berganti di setiap tahunnya. Terlepas fungsi beliau sebagai wakil rektor yang menangani bidang kemahasiswaan, tentu sudah sangat banyak kebijakan yang telah beliau berikan untuk kemajuan Korpala.
Terimakasih Pak Nas, semoga di perjalanan Bapak ke depan, dimanapun itu, bisa selalu menjadi inspirasi bagi orang banyak. 058
0 Response to "Soft Closing Wakil Rektor-3 Unhas"
Posting Komentar